Pagi yang indah. Pohon hijau,
burung-burung bersiul merdu. Angin yang berhembus menerbakan beberapa helai
rambutku. Menambah keindahan yang ada. Tapi rasa sendiri dan pedih saat melihat
sekelilingku bersama dengan pasangannya. Membuat rasa indah berubah menjadi
perih. Ingin ku pejamkan mataku agar tak melihat sekeliling yang bercinta,
berkasih saying dengan pasangan mereka. Sebenarnya ada rasa tentang ingin
seperti itu, tapi apa daya. Asaku hanya sebatas harapan yang mungkin tak tau
akan terwujud atau tidak.
Tak terasa waktu pun berubah
menjadi siang. Waktunya ku harus pulang dari taman indah ini. Aku berjalan ke
halte yang tak jauh dari taman ini. Menit demi menit ku lalui untuk menunggu
bus yang ada. Tapi belum juga datang. Rasa lelah pun mulai datang, ku cari
tempat untuk duduk stelah lama berdiri. Lagi-lagi ku temukan pasangan sijoli
yang sedang bermesraan merajut cinta. Aku sadar, mereka lebih tua dibanding
aku, aku hanya anak SMP yang belum bisa untuk merajut cinta.
Akhirnya bus yang ku tunggu pun
datang. Aku berjalan mencari tempat yang kosong untuk ku duduk. Hari minggu
yang biasanya dijadikan orang-orang utuk melepas lelah dan penat dari segala
aktifitas yang dilakukan selama seminggu. Tapi bagiku, hari minggu ataupun
hari-hari yang lain sama saja. Sama-sama hampa. Tanpa seorang pun yang
menemaniku.
Baru sebentar aku duduk di bus
ini, telepon genggamku bunyi. “hem.. siapa yaa..?” pikirku menerka. Ternyata
Atika, sahabatku dari kecil. “ada apa yak kok tumben dia sms jam segini.
Biasanya agak malam dia sms.”. “Saf, aku melihat dia di dekat kompleks
rumahmu.” .Hah dia ada di dekat kompleks rumahku? Ingin rasa aku menyuruh supir
bus ini untuk cepat-cepat. Tapi, mustahil rasanya. Karena ini bukan punyaku.
Dan aku hanya seorang penumpang yang disekitarku terdapat banyak orang lain.
Aku hamper saja lupa, karena aku ada janji dengan Atika ingin membuat tugas
kelompok bersama.
Pratama namnya. Tapi akrab
dipanggil Tama. Dia anak yang pintar, terkenal, tampan, baik, patuh pada orang
tua pula. Pasti itu sudah cukup bagi wanita remaja sepertiku. Dan tak
mungkinlah kalau aku bisa menaarik perhatiannya. Aku, Safira Aulia. Kutubuku,
tinggi, sawo matang. Mana ada yang menyukaiku. Ditambah kacamata dan gendutnya
diriku ini. Pasti laki-laki seperti Tama tidak berminat untuk menyapaku ataupun
mendekatiku. Akupun tak ada keberanian untuk mengatakan rasa hatiku.
Dulu saat aku kelas 7. Aku
sekelas dengan Pratama. Dan satu kelas tau kalau aku menyukainya. Sampai-sampai
ada yang menulis di papan tulis seperti ini “Aku suka kamu, Tama. Aku
mencintaimu. Aku sangat menyayangimu.. Pratama :*” Itu sangat memalukan. Dan
saat Tama masuk kelas, dia marah-marah dan bilang “ih ngapain sih gue suka sama
anak kutubuku yang gendut itu. Hina banget gue!” Sebelumnya aku tak pernah
mendengar kata-kata seperti itu darinya. Aku yang saat itu duduk dibelakang
hanya bisa menahan air mata yang tertahan dimata ini. Sedikit demi sedikit air
mata itu jatuh membasahi pipiku isaat itu. Sedih sekali. Akhirnya aku berlarian
ke arah toilet perempuan. Atika pun mengikutiku.
Saat itu aku benar-benar tidak
bisa lagi menahan luka dihati. Sepertinya hati ini disayat dengan pisau tajam.
Dan aku pun mencoba melupakannya. Semakin aku berusaha melupakannya, semakin
sakit hatiku ini. Sabar dan tabah itulah yang sekarang aku pertahankan.
Tak terasa aku sampai di depan
kompleks. Benar saja, saat aku sampai disana terlihat ada pratama. Aku sangat
deg..degan,,, apa yang akan dia lakukan. Ohiya semenjak itu aku jadi takut
bertemunya. Sangat takut. Mungkin malu tepatnya. Akupun langsung mencari tukang
ojek. Ternyata dia menunggu Meta. Teman satu sekolahku. Dia dan Meta adalah
pasangan terserasi. Apalagi karena sekolahku International School jadi suka ada
award. Dan mereka 2 kali berturut-turut mendapatkan pasangan terserasi angkatan
15.
Sekitar 20 menitan akhirnya
sampai juga dirumahku. Ku buka pagar, akhirnya terlihat si Atika menungguku di
depan teras yang sedang duduk sambl membaca novel kesukaannya.
“assalamualaikum!”
“Waalaikumsalam.. eh kamu saf.
Udah pulang?”
“Maaf ya agak lama. Soalnya aku
biasa jogging dulu. Kok kamu engga masuk?”
“Oh engga aku cuman pengen di luar aja.”
“Oh engga aku cuman pengen di luar aja.”
Atika memang sahabat terbaiku.
Tak pernah aku menjumpai orang sebaik dia. Akhirnya aku langsung mengajaknya ke
kamarku. Suasana pink sangat terasa. Aku mempersilahkan atika masuk kamar, dan
langsung aku berlari mencari buku di meja belajarku yang tertata rapi. Setelah
itu aku menghampiri dia.
Atika : Saf, tadi aku ngeliat dia. Dia kayak nungguin orang gitu ya..
Safira : Ya, tadi aku liat kok. Dia nunggu si Meta.
Atika : Emang si Meta tinggal di kompleks ini juga?
Safira : Iya, diakan temen Tk aku say.
Entah kenapa air mata jatuh dan
membasahi buku yang ku pegang. Atika langsung memeluku dan mengambil tisu yang
ada di tasnya. Aku tak kuat mengatakannya, melihat dia bersama yang lain. Aku
sangat tidak sanggup.
Atika : sabar ya saf. Aku ngerti kamu sangat terpukul.
Safira : (dengan mengusapkan sehelai tisu ke pipi yang sudah basah)
Gapapa kok. Aku udah biasa di gituin sama dia.
Atika pun ikut menangis. Aku
sangat terpukul, sangat sangat terpukul. Biarlah tangisku mengalir. Ini adalah
pelampiasanku terhadap rasa yang selalu terpendam.
Tuhan, andai dia tau apa yang aku
rasa ini. Andai dia mengerti apa yang aku inginkan Apakah dia akan menyayangiku?
Apakah aku akan bersamanya sampai maut yang memisahkan? Semoga benci itu hanya
masa lalu. Dan sekarang beubah menjadi cinta… Amin